Saturday, June 7, 2014

Makalah PKN tentang Mekanisme Pemilihan Presiden


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Negara Indonesia menganut paham kedaulatan rakyat atau demokrasi. Rakyat adalah pemilik kekuasaan tertinggi dalam negara. Kekuasaan yang sesungguhnya adalah berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Kekuasaan bahkan diidealkan diselenggarakan bersama-sama dengan rakyat. Pemisahan kekuasaan (separation of power) ke dalam tiga lembaga yaitu legislatif, eksekuif, dan yudikatif sebenarnya adalah pelaksana kekuasaan yang mengabdi kepada rakyat sebagai pemilik kedaulatan negara yang sesungguhnya. Orang-orang yang duduk disana adalah sebagai pelayan dan pengabdi yang bekerja demi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Undang-Undang Dasar mengatur pelaksanaan kedaulatan rakyat yang disalurkan dan diselenggarakan menurut prosedur konstitusional yang ditetapkan dalam hukum dan konstitusi. Karena itu, menurut Jimly Asshiddiqie prinsip kedaulatan rakyat (democratie) dan kedaulatan hukum (nomocratie) hendaklah diselenggarakan secara beriringan sebagai dua sisi dari mata uang yang sama. Untuk itu, Undang-undang Dasar negara kita menganut pengertian bahwa Negara Republik Indonesia itu adalah Negara Hukum yang demokrasi (democratische rechtstaat) dan sekaligus adalah Negara Demokrasi yang berdasarkan atau hukum (constitutional democracy) yang tidak terpisahkan satu sama lain.
Penyaluran kedaulatan rakyat secara langsung dilakukan melalui pemilihan umum untuk memlih anggota lembaga perwakilan dan memilih Presiden dan Wakil Presiden. Pengertian tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden dapat kita lihat dalam Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden sebagai berikut:
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, selanjutnya disebut pemilu Presiden dan Wakil Presiden, adalah pemilihan umum untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemilu merupakan sarana tak terpisahkan dari kehidupan politik negara demokrasi modern. Bagi bangsa yang tengah berjuang melembagakan “kekuasaan rakyat”, kata Indonesianis, Lance Castles, pemilu masih dihayati sebagai ritus massal. Suatu perayaan kebersamaan, yang bisa gagal atau mengecewakan. Namun juga menjadi langkah maju dalam melembagakan kedaulatan rakyat secara efektif dan lestari.
Pemilu memang merupakan keputusan yang sangat penting bagi masa depan negara. Bila suatu pemilu berjalan baik maka sebuah negara dapat melanjutkan menuju demokrasi dan perdamaian. Sebaliknya, bila pemilunya berjalan buruk bahkan gagal, sebuah negara bisa dibilang tengah meruntuhkan demokrasi dan kembali menuju titik nadirnya. Itulah sebabnya pemilu kerap disebut sebagai roh demokrasi.
1.2 Penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Sebelum Amandemen UUD 1945
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur secara umum tentang penyelenggaraan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Dalam Pasal 6 Ayat 2 (sebelum diamandemen) dinyatakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (selanjutnya disebut dengan MPR) dengan suara yang terbanyak. Anggota MPR terdiri dari anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat (selanjutnya disebut DPR) ditambah dengan utusan-utusan daerah dan golongan-golongan. Anggota DPR adalah wakil-wakil rakyat dari partai politik yang dipilih oleh rakyat melalui pemilihan umum.
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara tidak langsung yakni oleh lembaga negara yang diisi oleh sebagian kecil elit politik dan pemerintahan terjadi sejak pemilihan Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Muhammad Hatta, mereka dipilih oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang diakui oleh Pasal III Aturan Peralihan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, karena saat itu MPR belum dibentuk. Pemilihan secara tidak langsung ini terus berlanjut hingga terakhir saat Abdurrahman Wahid terpilih menjadi Presiden RI ke-4.
1.3 Penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Sesudah Amandemen UUD 1945
Amandemen Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebanyak 4 (empat) kali banyak membawa perubahan dalam berbagai bidang kehidupan. Salah satu perubahan penting yang dibawa oleh UUD 1945 adaIah pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung. Pasal 6 A Ayat (1) menyatakan:
Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.
Pasal diatas secara tegas menyatakan bahwa sistem pemilihan Presiden dan Wakil Presiden bukan lagi secara tidak langsung yakni oleh MPR, tetapi secara tegas bahwa rakyatlah yang memilih pemimpin mereka sendiri. Dasar hukum yang diberikan sangatlah jelas. Hal ini merupakan sebuah terobosan politik (political breakthrough) yang hebat dalam sistem politik Indonesia.
Ada dua faktor penting yang menghambat terlaksananya pemilihan presiden secara langsung. Pertama adalah kepentingan kelompok tertentu dari elit politik. Elit politik ini lebih cenderung kepada pemilihan tidak langsung (yakni oleh MPR) karena lebih mudah dikendalikan sehingga rekayasa untuk mendudukkan tokoh tertentu dapat dilakukan. Hal ini berarti presiden ditentukan oleh sekelompok kecil orang yang duduk pada pucuk pimpinan politik/pemerintahan sehingga menghasilkan sistem politik yang elitis.
Kedua adalah keraguan tentang kemampuan rakyat lndonesia untuk bisa memilih dengan baik dan benar karena adanya keraguan tentang kemampuan, kesadaran, dan wawasan politik rakyat Indonesia. Tentu saja tidak dapat disangkal bahwa ada sejumlah besar rakyat Indonesia yang belum bisa menjatuhkan pilihan secara mandiri karena kesadaran politik yang rendah. Namun juga tidak dapat disangkal bahwa hampir semua rakyat yang tinggal di daerah perkotaan dan sebagian besar rakyat yang tinggal di pedesaan diperkirakan mampu menggunakan hak pilih mereka dengan baik. Oleh karena itu diperkirakan sebagian besar rakyat Indonesia bisa menjalankan peran mereka dengan baik dalam pemilihan presiden secara langsung. Rakyat Indonesia patut bersyukur bahwa MPR kemudian menyetujui pemilihan presiden secara langsung setelah mengalami berbagai tantangan. Dengan disetujuinya RUU Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pada tanggal 7 Juli 2003, bangsa Indonesia semakin dekat kepada terselenggaranya pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung untuk pertama kali dalam sejarah negara-bangsa Indonesia.




BAB II
PEMBAHASAN
2.1.  Keunggulan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Secara Langsung
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (selanjutnya disebut pemilihan Presiden saja) secara langsung adalah buah dari perdebatan yang muncul pada paruh pertama tahun 2000. Pada masa itu, pengalaman “pahit” yang terjadi pada proses pengisian jabatan Presiden selama Orde Baru dan proses pemilihan Presiden tahun 1999 mendorong untuk dilakukan pemilihan Presiden langsung karena beberapa alasan (raison d’etre) yang sangat mendasar. Saldi Isra memberikan 4 (empat) alasan sebagai berikut:
Pertama, Presiden yang terpilih melalui pemilihan langsung akan mendapat mandat dan dukungan yang lebih riil dari rakyat sebagai wujud kontrak sosial antara pemilih dengan tokoh yang dipilih. Kemauan orang-orang yang memilih (volonte generale) akan menjadi pegangan bagi Presiden dan Wakil Presiden dalam melaksanakan kekuasaannya.
Kedua, pemilihan Presiden langsung secara otomatis akan menghindari intrik-intrik politik dalam proses pemilihan dengan sistem perwakilan. Intrik politik akan dengan mudah terjadi dalam sistem multipartai. Apalagi kalau pemilihan umum tidak menghasilkan partai pemenang mayoritas, maka tawar-tawar politik menjadi sesuatu yang tidak mungkin dihindarkan.
Ketiga, pemilihan Presiden langsung akan memberikan kesempatan yang luas kepada rakyat untuk menentukan pilihan secara langsung tanpa mewakilkan kepada orang lain. Kecenderungan dalam sistem perwakilan adalah terjadinya penyimpangan antara aspirasi rakyat dengan wakilnya. Ini semakin diperparah oleh dominannya pengaruh partai politik yang telah mengubah fungsi wakil rakyat menjadi wakil partai politik (political party representation).
Keempat, pemilihan langsung dapat menciptakan perimbangan antara berbagai kekuatan dalam penyelenggaraan negara terutama dalam menciptakan mekanisme checks and balances antara Presiden dengan lembaga perwakilan karena sama-sama dipilih oleh rakyat. Sebelum perubahan UUD 1945, misalnya, yang terjadi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, MPR menjadi sumber kekuasaan dalam negara karena adanya ketentuan bahwa lembaga ini adalah pemegang kedaulatan rakyat. Kekuasaan inilah yang dibagi-bagikan secara vertikal kepada lembaga-lembaga tinggi negara lain termasuk kepada Presiden. Akibatnya, kelangsungan kedudukan Presiden sangat tergantung kepada MPR.
2.2. Model Pemilihan Langsung di Indonesia
Dalam literatur hukum tata negara dan ilmu politik terdapat beberapa model pemilihan langsung. Menurut Saldi Isra ada 4 (empat) model pemilihan langsung yang dipraktikkan di berbagai negara. Berikut keempat model tersebut:
Pertama, sistem Electoral College System di Amerika Serikat (AS). Pada sistem ini rakyat tidak juga langsung memilih calon Presiden tetapi melalui pengalokasian jumlah suara dewan pemilih (electoral college votes) pada setiap propinsi (state). Jika seorang kandidat memenangkan sebuah state maka ia akan mendapat semua jumlah electoral college (the winner takes all) pada daerah bersangkutan. Sistem ini bukan tanpa cela, karena tidak tetutup kemungkinan calon yang memperoleh suara pemilih terbanyak gagal menjadi Presiden karena gagal untuk memperoleh jumlah mayoritas suara pada electoral college. Kejadian ini dapat diamati dalam pemilihan Presiden AS terakhir November 2000. Al Gore mendapatkan total suara lebih banyak sekitar 360-an ribu suara, sementara George W. Bush unggul dalam perolehan electoral college (272 : 267) sehingga yang menjadi Presiden AS adalah George W. Bush.
Kedua, kandidat yang memperoleh suara terbanyak dalam pemilihan langsung menjadi Presiden atau first-past the post. Seorang kandidat dapat menjadi Presiden meskipun hanya meraih kurang dari separuh suara pemilih. Sistem ini membuka peluang untuk munculnya banyak calon Presiden sehingga peluang untuk memenangkan pemilihan kurang dari 50% lebih terbuka. Jika ini terjadi maka presiden terpilih akan mendapatkan legitimasi yang rendah karena tidak mampu memperoleh dukungan suara mayoritas (50% + 1).
Ketiga, Two-round atau Run-off system: Pada sistem ini, bila tak seorangpun kandidat yang memperoleh sedikitnya 50% dari keseluruhan suara, maka dua kandidat dengan perolehan suara terbanyak harus melalui pemilihan tahap kedua beberapa waktu setelah tahap pertama. Jumlah suara minimum yang harus diperoleh para kandidat pada pemilihan pertama bervariasi di beberapa negara. Sistem ini paling populer dilaksanakan di negara-negara dengan sistem presidensil. Namun sistem ini sangat memerlukan kesiapan logistik dan biaya besar. Sistem seperti ini biasanya membuka peluang bagi jumlah kandidat yang besar pada pemilihan tahap pertama dan upaya “dagang sapi” untuk memenangkan dukungan bagi pemilihan tahap kedua. Jumlah kandidat yang terlalu besar dapat dikurangi dengan menerapkan persyaratan yang sulit bagi nominasi kandidat.
Keempat, model Nigeria. Di Nigeria, seorang kandidat Presiden dinyatakan sebagai pemenang apabila kandidat tersebut dapat meraih sedikitnya 30% suara di sedikitnya 2/3 (dua pertiga) dari 36 negara bagian di Nigeria (termasuk ibu kota Nigeria). Sistem ini diterapkan untuk menjamin bahwa Presiden terpilih memperoleh dukungan dari mayoritas penduduk yang tersebar di 36 negara bagian tersebut.
Melihat dari keempat model diatas dapat kita lihat bahwa pemilihan langsung di Indonesia lebih mirip dengan model pemilihan langsung di Nigeria. Kemiripan itu dilatarbelakangi oleh pertimbangan bahwa pemenang tidak selalu ditentukan oleh jumlah pemilih tetapi juga persebaran wilayah. Kesimpulan ini berdasarkan hasil amandemen Pasal 6 A Ayat 3 dan 4 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai berikut:
Pasal 6 A Ayat 3
Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya 20% (dua puluh persen) suara di setiap propinsi yang tersebar di lebih dari ½ (setengah) jumlah propinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
Pasal 6 A Ayat 4
Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
2.3. Persyaratan Menjadi Calon Presiden dan Wakil Presiden
Setiap warga negara yang hendak mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia harus memenuhi persyaratan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden sebagai berikut:
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
Yang dimaksud dengan ”bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa” dalam arti taat menjalankan kewajiban agamanya.
b. Warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri;
Warga negara yang menjadi calon Presiden dan calon Wakil Presiden adalah warga negara yang telah mengalami akulturasi nilai-nilai budaya, adat istiadat dan keaslian bangsa Indonesia, serta memiliki semangat patriotisme dan jiwa kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Yang dimaksud dengan “tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendak sendiri” adalah tidak pernah menjadi warga negara selain warga negara Republik Indonesia atau tidak pernah memiliki dua kewarganegaraan atas kemauan sendiri.
c. tidak pernah mengkhianati negara, serta tidak pernah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana berat lainnya;
Yang dimaksud dengan “tidak pernah mengkhianati negara” adalah tidak pernah terlibat gerakan separatis, tidak pernah melakukan gerakan secara inkonstitusional atau dengan kekerasan untuk mengubah dasar negara serta tidak pernah melanggar Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
d. mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden;
e. bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
Yang dimaksud dengan “bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia” dalam ketentuan ini termasuk Warga Negara Indonesia yang karena alasan tertentu pada saat pendaftaran calon, bertempat tinggal di luar negeri, dan dengan melengkapi persyaratan surat keterangan dari Perwakilan Negara Republik Indonesia setempat.
f. telah melaporkan kekayaannya kepada instansi yang berwenang memeriksa laporan kekayaan penyelenggara negara;
g. tidak sedang memiliki tanggungan hutang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan negara;
h. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan;
i. tidak pernah melakukan perbuatan tercela;
Yang dimaksud dengan “tidak pernah melakukan perbuatan tercela” adalah tidak pernah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, norma kesusilaan dan norma adat antara lain seperti judi, mabuk, pecandu narkoba, dan zina.
j. terdaftar sebagai Pemilih;
k. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah melaksanakan kewajiban membayar pajak selama 5 (lima) tahun terakhir yang dibuktikan dengan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi;
Dalam hal 5 (lima) tahun terakhir, bakal Pasangan Calon tidak sepenuhnya atau belum memenuhi syarat sebagai wajib pajak, kewajiban pajak terhitung sejak calon menjadi wajib pajak.
l. belum pernah menjabat sebagai Presiden dan Wakil Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama;
Yang dimaksud dengan “2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama” adalah yang bersangkutan belum pernah menjabat dalam jabatan yang sama selama dua kali masa jabatan, baik berturut-turut maupun tidak berturut-turut, walaupun masa jabatan tersebut kurang dari 5 (lima) tahun.
m. setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945;
Persyaratan setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945 didasarkan atas rekomendasi dan jaminan pimpinan Partai Politik atau Gabungan Partai Politik.
n. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
Orang yang dipidana penjara karena kealpaan atau alasan politik dikecualikan dari ketentuan ini.
o. berusia sekurang-kurangnya 35 (tiga puluh lima) tahun;
p. berpendidikan paling rendah tamat Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat;
Yang dimaksud dengan “bentuk lain yang sederajat” antara lain Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB), Pondok Pesantren Salafiah, Sekolah Menengah Theologia Kristen, dan Sekolah Seminari. Kesederajatan pendidikan dengan SMA ditetapkan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah berdasarkan peraturan perundangundangan.
q. bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung dalam G.30.S/PKI; dan
r. memiliki visi, misi, dan program dalam melaksanakan pemerintahan negara Republik Indonesia.
Persyaratan yang telah disebutkan oleh undang-undang menimbulkan perdebatan di kalangan publik secara luas. Yang paling disoroti adalah tentang masalah apakah seorang terdakwa boleh dicalonkan sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden dan apakah syarat pendidikan bagi calon Presiden dan Wakil Presiden, disyaratkan lulus sarjana atau cukup tamatan SMA atau yang sederajat?
Dibukanya kemungkinan bagi terdakwa untuk tampil sebagai capres sebenarnya tidak mempunyai makna politik yang besar, kecuali diperlihatkannya sikap yang tidak mempedulikan pandangan masyarakat terhadap citra capres. Tidak dapat disangkal bahwa capres yang berstatus sebagai terdakwa mempunyai citra yang kurang baik di mata masyarakat. Meskipun keputusan hukum tetap belum turun, namun vonis yang sudah dijatuhkan oleh pengadilan yang lebih rendah sudah menunjukkan bahwa yang bersangkutan telah terlibat dalam pelanggaran hukum. Dalam dunia politik, citra dan nama baik adalah segala-galanya. Vonis bersalah yang dijatuhkan oleh pengadilan tingkat pertama dan kedua sudah merusak citra dan nama baik yang bersangkutan. Oleh karena itu disetujuinya ketentuan yang membolehkan terdakwa mencalonkan diri tidaklah dapat dianggap sebagai kemenangan orang atau partai tertentu karena yang lebih penting adalah dukungan dari para pemilih. Bila ada partai atau gabungan partai yang berani mencalonkan seorang terdakwa sebagai capres, dapat diperkirakan bahwa si capres itu akan menjadi bulan-bulanan capres yang lain dalam kampanye. Di samping itu capres tersebut juga akan menjadi bahan sindiran dan kritik masyarakat yang tentu saja akan mendesak citra sang capres bersangkutan. Oleh karena itu, sebenarnya tidak ada pihak yang menang dengan bolehnya seorang yang berstatus terdakwa sebagai capres karena yang akan menentukan dalam pemilihan presiden adalah dukungan para pemilih.
Sedangkan mengenai syarat pendidikan bagi calon Presiden dan Wakil Presiden menjadi bahan perdebatan publik secara luas. Bagi yang berpendapat bahwa calon Presiden dan Wakil Presiden harus lulus sarjana beralasan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh kepada kecerdasan intelektual dan kepemimpinan. Bagaimana seorang Presiden atau Wakil Presiden yang hanya tamatan SMA atau yang sederajat memimpin para menteri yang berpendidikan tinggi mulai dari sarjana S1 hingga S3, bahkan ada yang sudah meraih gelar profesor. Bahkan bila diperhatikan dengan kondisi saat ini, dimana kualitas pendidikan bangsa Indonesia sudah lebih baik dari sebelumnya, ketika perusahaan dan lembaga pemerintahan mensyaratkan lulusan sarjana bagi para pelamar kerja, apakah tidak lucu ketika undang-undang hanya mensyaratkan tamatan SMA atau yang sederajat bagi calon Presiden dan Wakil Presiden yang akan menjalankan kepemimpinan bangsa dan negara yang besar ini?
Namun bagi pihak yang berpendapat persyaratan tamatan SMA atau yang sederajat bagi calon Presiden dan Wakil Presiden adalah baik. Persyaratan pendidikan sarjana bagi capres sebenarnya memang tidak diperlukan karena akan mempersulit calon yang tidak bergelar sarjana. Seorang aktivis organisasi pada umumnya amat disibukkan oleh kegiatan-kegiatan organisasi dan sosial sehingga tidak sempat menyediakan waktu untuk mengikuti kuliah-kuliah di perguruan tinggi secara teratur. PadahaI untuk bisa menyelesaikan studi di perguruan tinggi diperlukan waktu dan suasana yang tenang sehingga dapat menyelesaikan studi dengan baik. Oleh karena itu tidak mengherankan bila banyak para aktivis organisasi yang terhambat dalam menyelesaikan studi mereka. Bila tujuannya adalah untuk menghasilkan capres yang berkualitas karena mampu mengembangkan nalar dengan tingkat intelektualitas yang tinggi, pendidikan tinggi bukanlah satu-satunya sarana. Pengalaman aktif berorganisasi dan memimpin banyak orang dalam organisasi merupakan sarana yang lebih penting dalam membentuk keterampilan memimpin dan mengembangkan daya nalar dan intelektualitas sebagai pemimpin.
Maswadi Rauf menilai bahwa diperbolehkannya seorang yang berstatus terdakwa diajukan sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden dan disahkannya ketentuan mengenai SMA atau yang sederajat sebagai persyaratan pendidikan minimal bagi capres merupakan produk dari tawar menawar antara dua partai besar (masing-masing Golkar dan PDIP). Apa pun yang terjadi, tawar menawar yang berkaitan dengan sikap dan pendapat dalam proses pembuatan keputusan adalah suatu hal yang wajar dalam dunia politik. Kemampuan mengadakan tawar-menawar (bargaining) haruslah dikembangkan oleh setiap pimpinan dan fungsionaris politik agar supaya keputusan bisa dihasilkan. Selama proses tawar-menawar itu tidak melibatkan pertukaran uang dan/atau benda, selama itu pula tawar menawar dapat dianggap sah sebagai salah satu cara penyelesaian perbedaan pendapat.
2.4. Asas, Pelaksanaan, Lembaga Penyelenggara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sesuai dengan peraturan perundang-undangan yakni Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan secara efektif dan efisien, berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali yang dilaksanakan secara serentak pada hari libur atau hari yang diliburkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai satu kesatuan daerah pemilihan. Hari, tanggal, dan waktu pelaksanaannya ditentukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) setelah pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD. Sedangkan pengawasan dilaksanakan oleh Bawaslu.











BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
            Pemilihan Umum (Pemilu) adalah suatu proses di mana para pemilih memilih orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu.Pemilihan Umum  di Indonesia itu membuka mata dunia bahwa demokrasi dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di Indonesia. Selain sebagai negara Muslim terbesar di dunia dan negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, Pemilu di Indonesia juga harus melakukan pemilihan terhadap ribuan calon legislatif dan menyelenggarakan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung.






DAFTAR PUSTAKA
Asshiddiqie, Jimly. Struktur Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Keempat UUD 1945. Makalah yang disajikan dalam Seminar dan Lokakarya Pembangunan Hukum Nasional VIII yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional di Denpasar, Bali, pada tanggal l4-18 Juli 2003. Tulisan diambil pada tanggal 16 Mei 2010 dari http//:www.struktur ketatanegaraan indonesia setelah perubahan keempat UUD 1945.pdf.html
Persandingan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945: UUD 1945 Naskah Asli dengan UUD 1945 Hasil Amandemen (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), Cet. Pertama.
Rauf, Maswadi. Perkembangan UU Politik Pasca Amandemen UUD 1945. Makalah yang disajikan dalam Seminar dan Lokakarya Pembangunan Hukum Nasional VIII yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional di Denpasar, Bali, pada tanggal l4-18 Juli 2003. Tulisan diambil pada tanggal 16 Mei 2010 dari http//:www. perkembangan UU politik pasca amandemen UUD 1945pdf.html
Saldi Isra, Jurnal Konstitusi Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas (PUSAKO): Pemilihan Presiden Langsung dan Problematik Koalisi Dalam Sistem Presidensial. (Jakarta: Mahkamah Konstitusi RI, 2008), Volume II No. 1 Edisi Juni 2009.
Suranto, Hanif dkk, Kritis Meliput Pemilu (Jakarta: Lembaga Studi Pers dan Pembangunan, 2008), Cet. Pertama.
Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4924.


Continue reading Makalah PKN tentang Mekanisme Pemilihan Presiden

Makalah PKN tentang Sikap Menghargari jasa pahlawan


BAB I
PENDAHULUAN
1.1     Latar Belakang Masalah
              Fenomena yang terdapat dikalangan masyarakat seperti saat ini, telah menunjukan adanya penurunan budaya dan karakter bangsa. Hal ini terlihat dari gaya hidup, gaya berpakaian, penggunaan bahasa sehari-hari, pergaulan, sehingga rasa bangga akan merah putihpun semakin hari semakin berkurang di kalangan masyarakat. Perubahan zaman dan perkembangan teknologi membawa dampak yang begitu besar terhadap pola pikir generasi muda saat ini, khususnya bagi pelajar yang selalu ingin mencoba hal-hal yang baru dan berbau modern walaupun hal tersebut tidak sesuai dengan budaya Indonesia. Menurunnya nilai-nilai budaya bangsa, berarti terjadinya pengikisan nilai-nilai yang terdapat dalam ideologi negara Indonesia yaitu Pancasila, sehingga akan berdampak pada menurunnya sikap nasionalisme dikalangan masyarakat.
              Kondisi yang sangat memperihatinkan yaitu ketika Upacara bendera yang dilangsungkan di sekolah-sekolah atau instansi-instansi pemerintahan contohnya, Kegiatan Upacara Bendera yang dilaksanakan setidap hari senin hanya 30 menit saja masih banyak siswa yang tidak serius, ngobrol dengan santai, bercanda dengan temannya, tidak khidmatnya menyanyikan lagu Indonesia Raya dan hanya menganggap Upacara berupa rutinitas saja.
              Keadaan diatas tidak sesuai dengan apa yang terkandung di dalam makna dari upacara bendera di sekolah. Berdasarkan Direktorat Pembinaan Kesiswaan, Dikdasmen Dikbud 1998 upacara bendera adalah “Kegiatan pengibaran atau penurunan bendera kebangsaan RI Sang Merah Putih, yang dilaksanakan pada saat-saat tertentu atau saat yang telah ditentukan, dihadiri oleh siswa, diselenggarakan secara tertib dan khidmat, di sekolah”.
              Upacara bendera hari senin merupakan bukti bahwa negara kita selalu menghargai jasa-jasa pahlawan yang sudah memperjuangkan kemerdekaan. Hal tersebut sudah di amanatkan oleh proklamator kemerdekaan negara Indonesia yaitu Ir. Soekarno pada pidato Hari Pahlawan 10 November 1961, beliau berkata “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa-jasa pahlawannya”. Namun dalam kenyataannya upacara bendera hari senin yang merupakan salah satu bukti menghargai jasa-jasa pahlawan dilaksanakan tidak khidmat bahkan banyak sekolah yang melaksanakan upacara bendera hari seninnya 2 minggu satu kali.
              Menghormati jasa pahlawan tentu bukan saja hanya “Mengenang masa lalu” selama sehari dalam setahun. Kita harus berterima kasih pada para pahlawan, yang memungkinkan kita setiap hari menghirup suasana yang merdeka, dapat belajar dan bekerja dalam suasana kebebasan. Salah satu manfaat ditetapkannya figur-figur pahlawan dan penghormatan atas mereka pada hari pahlawan ialah agar generasi-generasi berikut dapat memiliki contoh keteladanan dalam hidup bersama.

1.2     Tujuan dan Manfaat
              Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
          1. Untuk menyadari perlunya menghargai jasa pahlawan
          2. Untuk memunculkan rasa menghargai jasa pahlawan pada diri sendiri
          3. Untuk menanamkan rasa menghargai jasa para pahlawan
          4. Untuk menunjukan rasa menghargai jasa pahlawan

              Manfaat pembuatan makalah ini adalah :
          1. Agar mengetahui pentingnya menghargai jasa pahlawan
          2. Agar kita dapat mengetahui mana yang menghargai jasa pahlawan dan
              mana yang tidak












BAB II
PEMBAHASAN
2.1     Landasan Teori
              Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya. Kalimat ini sudah tidak asing lagi bagi kita bangsa Indonesia. Namun demikian, masih banyak yang belum meresapi maknanya dan mengimplementasikannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Banyak orang menggunakannya sebagai jargon belaka untuk kepentingan tertentu. Mengenang jasa pahlawan yang telah gugur di medan perang, termasuk salah satu bentuk penghargaan generasi penerus bangsa. Dalam pelajaran sekolah masa lalu, tentu kita masih akrab dengan istilah “Jas Merah”. Istilah ini pernah dilontarkan oleh Bung Karno, tokoh proklamator kemerdekaan RI. Di zaman orde baru begitu memasyarakat di kalangan siswa dan mahasiswa serta masyarakat luas. Jas Merah, alias jangan sekali-kali melupakan sejarah, menjadi sebuah filosofi bangsa untuk mengenang jasa para pahlawan yang telah gugur di medan juang.
              Bangsa kita tidak lepas dari peristiwa sejarah masa lampau. Sejarah perjuangan bangsa melawan kaum imperialisme untuk menegakkan sebuah kemerdekaan. Setelah merdeka, perjuangan mempertahankan kemerdekaan itu masih harus mengorbankan harta, benda bahkan nyawa. Ketika Periode mempertahankan kemerdekaan berakhir, maka tugas generasi penerus bangsa adalah mengisi kemerdekaan itu dengan berbagai kegiatan pembangunan di segala bidang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Bagi siswa, upaya mengisi kemerdekaan dilakukan dengan belajar yang giat dan tekun. Bagi para pemimpin melaksanakan tugas kepemimpinannya dengan baik untuk menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran. Bagi rakyat banyak, menghargai jasa para pahlawan tentunya dengan melakukan aktivitas sesuai dengan bidang dan profesinya masing-masing.

2.2     Ulasan Materi
2.2.1 Pengertian Pahlawan
              Sebelum kita dapat menghargai jasa seorang pahlawan, sebaiknya kita tahu siapa sebenarnya pahlawan itu sendiri. Seorang pahlawan adalah seseorang yang rela mengorbankan apa yang ia miliki untuk kebaikan atau keselamatan orang lain tanpa mengharap imbalan. Kalau kita mengacu pada definisi tersebut siapa saja bisa menjadi pahlawan tak terbatas oleh ruang dan waktu. Pahlawan selalu muncul kapan saja dan dimana saja dalam sejarah peradaban manusia. Keberadaan pahlawan itulah yang bisa menjamin kesejahteraan hidup umat manusia.
              Semasa revolusi fisik di negeri kita, para pahlawan berjuang mengorbankan jiwa dan raganya demi tegaknya negara Indonesia. Sebagian dari mereka gugur di berbagai medan pertempuran, dan sebagian lagi yang tidak gugur menjadi veteran perang. Para veteran itu ada yang hidupnya berkecukupan, dan tidak sedikit diantaranya yang hidupnya susah dan terlupakan. Saat revolusi fisik berakhir, bermunculan pahlawan-pahlawa lain yang tidak lagi menegakkan negeri ini dengan mengangkat senjata. Pahlawan-pahlawan modern ini tersebar dalam berbagai profesi yang beraneka ragam. Mereka pun berjuang untuk kemajuan bangsa ini sesuai dengan bidangnya masing-masing.
              Jadi, seseorang sekarang dapat menjadi pahlawan dalam profesi apapun. Walau saat ini terjadi sedikit pergeseran makna dari definisi pahlawan diatas pada kata “Tanpa mengharap imbalan”. Taruhlah seorang polisi sebagai sebuah profesi maka ia berhak mendapatkan gaji setiap bulan. Namun seorang polisi bisa disebut pahlawan karena tugasnya menyelamatkan masyarakat dari gangguan keamanan. Contoh lain, seorang guru sering disebut pahlawan tanpa tanda jasa. Faktanya seorang guru bekerja bukan tanpa mengharap imbalan, sebagai sebuah profesi guru juga mendapatkan gaji setiap bulannya. Tapi apa yang dilakukan seorang guru berguna bagi kemajuan bangsa ini maka ia disebut pahlawan. Dan sepertinya kita harus sepakat bahwa semua profesi yang baik akan menjadikan pelakunya menjadi seorang pahlawan. Lalu pahlawan manakah yang harus kita hargai ? Selayaknya kita menghargai jasa semua pahlawan negeri ini tak peduli apapun profesi dan jasanya. Para pejuang yang telah memerdekakan bangsa ini dari penjajah, memberikan modal yang tak ternilai harganya bagi bagi pembangunan bangsa ini yaitu kemerdekaan. Dengan merdeka kita secara leluasa membangun negeri ini menjadi negeri yang mandiri dan bermartabat. Sedangkan para pejuang pembangunan dalam berbagai macam profesinya telah mewarnai derap pembangunan negeri ini. Merekalah yang menjadikan negeri kita mengalami perkembangan pesat seperti saat ini. Bagaimana cara kita menghargai jasa para pahlawan ? Mencintai negeri ini (patriotik) merupakan bentuk dari penghargaan kita kepada para pahlawan. Mencintai negeri ini berarti menjaga negeri ini dari kerusakan baik secara fisik maupun mental. Kerusakan alam yang diakibatkan oleh iksploitasi yang berlebihan dan pencemaran adalah contoh dari kerusakan fisik dari negeri ini. Sedangkan kerusakan mental misalnya penyakit kolusi, korupsi, dan nepotisme yang akhir-akhir ini menggetarkan negeri ini. Semua itu harus kita cegah dan hentikan demi menghargai jasa para pahlawan pendiri negeri ini. Atau kalau tidak, kita akan menjadi bangsa yang kecil tak beradab dan kalimat “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya” hanya akan menjadi sebuah retorika yang tak bermakna.

2.2.2 Cara Menghormati Jasa Pahlawan Indonesia                     
              Untuk dapat merdeka dari cengkraman bangsa penjajah, banyak para pendahulu kita yang rela mati mengorbankan harta, keluarga, perasaan, waktu, tenaga, pikiran dan bahkan nyawa. “Merdeka atau Mati” adalah jiwa mereka karena tidak rela dijadikan budak para penjajah yang kejam menindak bangsa Indonesia selama lebih dari 350 tahun.
              Oleh karena itu jangan disia-siakan seperti sekarang ini negara kita walau sudah lama merdeka tetapi tidak maju-maju dan bahkan bisa jadi masih dalam tangan penjajahan modern yang samar-samar. Tangan buat arwah para pahlawan pejuang kemerdekaan Indonesia menangis di alam sana yang melihat generasi pengisi kemerdekaan yang memalukan, tidak berguna dan tidak dapat diandalkan. Kalau mereka tahu masa depan negara ini mungkin mereka tidak mau berjuang dan lebih memilih jadi pecundang yang terus lari dari penjajah.
              Dengan demikian jelaslah bahwa kita sebagai generasi penerus perlu untuk mengisi kemerdekaan ini dengan sesuatu yang berguna yang dapat membuat para pahlawan bangga kepada kita. Hindari melakukan tindakan yang menjadikan kita pengkhianat bangsa, tidak tahu di untung, generasi tidak berguna, hedonis, atheis dan lain sebagainya.
Beberapa cara untuk mengisi kemerdekaan Indonesia yang baik :
          1. Belajar dengan baik bagi pelajar dan mahasiswa serta bekerja dengan baik bagi yang sudah bekerja lagi halal.
          2. Menjaga keamanan dan ketertiban nasional dari segala bentuk ancaman pihak dalam maupun luar.
          3. Menjalankan Pancasila, peraturan perundang-undangan yang berlaku, aturan agama, serta budaya dalam masyarakat dengan baik dan benar.
          4. Saling menghormati dan menghargai sesama anggora masyarakat dengan menerapkan musyawarah mufakat, tepo seliro, gotong royong, toleransi, dan lain sebagainya.
          5. Mencintai produk dalam negeri dengan menggunakan dan mengembangkan hasil produksi dalam negeri daripada produk luar negeri.
          6. Tidak melakukan perbuatan sia-sia yang tidak memberi manfaat seperti begadang, hura-hura, madat, tawuran, dugem, clubbing, nongkrong di mall, melakukan tindak kenakalan, dan lain sebagainya.
          7. Rela berkorban dalam bela negara ketika Kedaulatan negara Kesatuan Republik Indonesia diinjak-injak bangsa asing.
          8. Memupuk semangat untuk maju dan menyetarakan diri dari bangsa-bangsa yang telah maju dengan cara-cara yang baik demi terciptanya tujuan nasional seperti kesejahteraan rakyat dan terciptanya kedamaian dunia.
          9. Berperan aktif dalam pembangunan negara dan daerah lingkungan sekitar serta menjaga kondisi tersebut tetap dalam kondisi yang baik.
          10. Serius dalam melaksanakan peringatan kemerdekaan dan juga dalam mengikuti mengheningkan cipta untuk menghormati jasa para pahlawan yang telah gugur mendahului kita. Tak lupa berikan doa kepada para pahlawan agar Tuhan Yang Maha Esa menerima mereka di sisNya.

2.2.3 Perjuangan Yang Harus Kita Lanjutkan
              Hari pahlawan 10 November yang telah diperingati bersama kita jadikan teladan betapa besar jasa para pahlawan bangsa ini untuk memperjuangkan dan mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia. Di era globalisasi dan modern saat ini, spirit dan semangat juang para pahlawan harus senantiasa melekat dalam diri kita. Walau zamannya sudah berbeda dengan era perjuangan para pahlawan kita, namun semangat dan jiwa patriotik harus terus kita tumbuhkan, bukan justru terkikis dengan perkembangan zaman.
              Dengan menjaga solidaritas dan persatuan bangsa, artinya kita mengapresiasi pengorbanan para pejuang bangsa yang telah gugur untuk bangsa dan negara. Kini medan dan tujuan perjuangan kita adalah membangun manusianya dan mensejahterakan masyarakat dengan cara dan kemampuan kita masing-masing. Sekecil apapun kontribusi kita, itu sudah menunjukan penghargaan kepada para pahlawan bangsa. Kita harus membumikan rasa nasionalisme dan membangkitkan jiwa patriotik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Mulailah yang terkecil, membangun semangat gotong royong di lingkungan kita masing-masing agar kebersamaan terus terjaga.
              Karena itu, mari kita kenang jasa-jasa pahlawan dan teladani sikap berani dan rela berkorban mereka. Kemerdekaan yang kita rasakan saat ini tidak lepas dari jasa-jasa para pahlawan. Sebagai generasi yang hidup di alam kemerdekaan, sudah sepantasnya jika kita selalu mengenang jasa-jasa para pahlawan yang telah berjuang untuk memerdekakan bangsa Indonesia. Perjuangan bangsa ini belum berakhir, dengan sumber daya alam kita yang melimpah, hal inilah yang selalu menjadi sasaran empuk negara atau pihak lain untuk menjajah bangsa ini. Amankan kekayaan bangsa ini untuk melanjutkan perjuangan para pahlawan, hal ini merupakan sesuatu bentuk penghargaan dan meneruskan perjuangan para pahlawan. Salah satu cara kita menghargai jasa para pahlawan yaitu mencintai negeri ini, berarti menjaga negeri ini dari kerusakan baik secara fisik maupun mental. Kerusakan alam yang diakibatkan oleh eksploitasi yang berlebihan dan pencemaran adalah contoh dari kerusakan fisik dari negeri ini.



2.3 Penyelesaian Masalah
2.3.1 Lunturnya Nasionalisme Bangsa Indonesia
2.3.1.1 Pengertian Nasionalisme
              Nasionalisme adalah suatu paham atau ajaran untuk mencintai bangsa dan negara atas kesadaran keanggotaan/warga negara yang secara potensial bersama-sama mencapai, mempertahankan dan mengabdikan identitas, intergritas kemakmuran dan kekuatan bangsanya yang timbul dari diri kita sendiri.
2.3.1.2 Penyebab Melunturnya Nasionalisme Bangsa
              Seiring berkembangnya zaman, rasa nasionalisme kian memudar. Hal ini dibuktikan dari berbagai sikap dalam memaknai berbagai hal penting bagi Negara Indonesia, contoh sederhana yang menggambarkan betapa kecilnya rasa nasionalisme, diantaranya :
          1. Pada saat upacara bendera, masih banyak rakyat yang tidak memaknai arti dari upacara tersebut. Upacara merupakan wadah untuk menghargai dan menghormati para pahlawan yang telah berjuang keras untuk mengambil kemerdekaan dari tangan para penjajah. Para pemuda seakan sibuk dengan pikirannya sendiri, tanpa mengikuti upacara dengan khidmat.
          2. Pada peringatan hari-hari besar nasional, seperti sumpah pemuda, hanya dimaknai sebagai seremonial dan hiburan saja tanpa menumbuhkan rasa nasionalisme dan patriotisme dalam benak mereka.
          3. Lebih tertariknya masyarakat terhadap produk impor dibandingkan dengan produk buatan dalam negeri, lebih banyak mencampurkan bahasa asing dengan bahasa Indonesai untuk meningkatkan gengsi, dan lain-lain.
          4. Kurangnya kesadaran masyarakat “hanya” untuk memasang bendera di depan rumah, kantor atau pertokoan. Dan bagi yang tidak mengibarkan mereka punya berbagai macam alasan entah benderanya sudah sobek atau tidak punya tiang bendera, malas, cuaca buruk, dan lain-lain. Mereka mampu membeli sepeda motor baru, baju baru tiap tahun yang harnya ratusan bahkan jutaan tapi mengapa untuk bendera merah putih yang harganya tidak sampai ratusan saja meraka tidak sanggup ?
              Semua identitas bangsa Indonesia baik itu bendera merah putih, lagu kebangsaan Indonesia Raya dan lain sebagainya hanyalah merupakan simbol, simbol bahwa negara Indonesia masih berdiri tegak dan mampu mensejajarkan dirinya dengan bangsa lain. Bagaimana kita bisa bangga menjadi bangsa ini jika kita malas dan malu memakai atribut bangsa Indonesia ini. Jika ditinjau dari sudut pandang, gejala ini mulai terlihat sejak era reformasi  karena pada masa orde baru, pamasangan bendera adalah sesuatu yang bersifat wajib. Sejak era reformasi, animo masyarakat untuk turut andil dalam memeriahkan Dirgahayu RI juga berkurang. Pada masa sekarang ini sudah sulit ditemukan perlombaan-perlombaan 17-an. Padalah pada masa orde baru, suasana 17-an telah dirasakan sejak awal agustus. Perlombaan 17-an merupakan kegiatan rutin setiap tahunnya dan sudah menjadi budaya baru di negara ini.
              Melalui kegiatan ini dapat ditanamkan nilai-nilai nasionalisme ke dalam diri generasi muda yang nantinya menjadi penerus bangsa. Contoh, dalam permainan panjat pinang yang paling sulit diraih adalah bendera dan harus melalaui usaha keras untuk mendapatkannya. Dari hal kecil tersebut terkandung nilai pembelajaran yang sangat tinggi yaitu untuk merebut kemerdekaan, para pahlawan berjuang mati-matian tanpa mengenal lelah dan tentunya disertai dengan rasa keikhlasan hati. Terakhir, hal yang paling ironis adalah bangsa ini pada kenyataanya kurang menghargai jasa-jasa para pahlawan yang masih hidup hingga sekarang.Mereka yang dahulu telah mengorbankan segalanya untuk kemerdekaan Indonesia justru mendapat imbalan berupa kehidupan yang tidak layak disisa umur mereka.
              Sebernarnya nasib kita masih lebih baik dan beruntung dari pada para pejuang dulu, kita hanya meneruskan perjuangan mereka tanpa harus mengorbankan nyawa dan harta. Nasionalisme kita semakin luntur dan akankah punah tergilas modernisasi dan individualis. Masih banyak bentuk nasionalisme lain yang kita rasakan semakin memudar. Kurangnya kecintaan kita terhadap produk dalam negeri dan merasa bangga kalau bisa memakai produk dalam negeri. Kegilaan kita tripping keluar negeri padahal negeri sendiri belum tentu dijelajahi. Kita belum tersadar betul bahwa lambat laun sikap-sikap seperti itu akan semakin menjauhkan kecintaan kita kepada negeri ini. Rasa Nasionalisme bangsa pada saat ini hanya muncul bila ada suatu faktor pendorong, seperti kasus pengklaiman beberapa kebudayaan dan pulau-pulau kecil Indonesia seperti Sipadan, Ligitan, serta Ambalat oleh Malaysia beberpa waktu yang lalu. Namun rasa Nasionaliseme pun kembali berkurang seiring dengan meredanya konflik tersebut.
2.3.1.3 Hubungan Melunturnya Nasionalisme dengan Kehancuran Bangsa
              Masyarakat, khususnya generasi muda adalah penerus bangsa. Bangsa akan menjadi maju bila para pemudanya memiliki sikap nasionalisme yang tinggi. Namun dengan perkembangan zaman yang semakin maju, malah menyebabkan memudarnya rasa nasionalisme. Nasionalisme sangat penting terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara karena merupakan wujud kecintaan dan kehormatan terhadap bangsa sendiri. Dengan hal itu, pemuda dapat melakukan sesuatu yang terbaik bagi bangsanya, menjaga keutuhan persatuan bangsa, dan meningkatkan martabat bangsa dihadapan dunia.
              Banyak sekali kebudayaan dan paham barat yang masuk ke dalam bangsa Indonesia. Banyak budaya dan paham barat yang berpengaruh negatif dapat dengan mudah masuk dan diterima oleh bangsa Indonesia. Dengan terjadinya hal itu, maka akan terjadi akulturasi, bahkan menghilangnya kebudayaan dan kepribadian bangsa yang seharusnya menjadi jati diri bangsa.
2.3.1.4 Upaya Untuk Menumbuhkan Kembali Nasionalisme Bangsa
Peran keluarga
          a. Memberikan pendidikan sejak dini tentang sikap nasionalisme dan
              patriotism terhadap bangsa Indonesia.
          b. Memberikan contoh atau tauladan rasa kecintaan dan penghormatan pada
              bangsa.
          c. Memberikan pengawasan yang menyeluruh kepada anak terhadap
              lingkungan sekitar.
          d. Selalu menggunakan produk dalam negeri.
Peran Pendidikan
          a. Memberikan pelajaran tentang pendidikan pancasila dan
              kewarganegaraan dan juga bela negera.
          b. Menanamkan sikap cinta tanah air dan menghormati jasa pahlawan
              dengan mengadakan upacara setiap hari senin dan upacara hari besar
              nasional.
          c. Memberikan pendidikan moral, sehingga para pemuda tidak mudah
              menyerap hal-hal negatif yang dapat mengancam ketahanan nasional.
          d. Melatih untuk aktif berorganisasi.
Peran Pemerintah
          a. Menggalakan berbagai kegiatan yang dapat meningkatkan rasa nasionalisme, seperti seminar dan pameran kebudayaan.
          b. Mewajibkan pemakaian batik kepada pegawai negeri sipil setiap hari jumat. Hail ini dilakukan karena batik merupakan sebuah kebudayaan asli Indonesia, yang diharapkan dengan kebijakan tersebut dapat meningkatkan rasa nasionalisme dan patriotisme bangsa.
          c. Lebih mendengarkan dan menghargai aspirasi pemuda untuk membangun Indonesia agar lebih baik lagi. Pada akhirnya kita harus memutuskan rasa kebangsaan kita harus dibangkitkan kembali. Namun bukan nasionalisme dalam bentuk awalnya seabad yang lalu. Nasionalisme yang harus dibangkitkan kembali adalah nasionalisme yang diarahkan untuk mengatasi berbagai permasalahan, bagaimana bisa bersikap jujur, adil, disiplin, berani melawan kesewenang-wenangan, tidak korupsi, toleran, dan lain-lain. Bila tidak bisa, artinya kita tidak bisa lagi mempertahankan eksistensi bangsa dan negara dari kehancuran total.








BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 KESIMPULAN
              Sikap menghargai jasa para pahlawan pada masa sekarang ini sangat banyak sekali. Dimanapun dan siapapun itu bisa menunjukan sikap menghargai jasa para pahlawan. Dari anak-anak sampai orang dewasa pun saat ini bisa menunjukan bahwa pentingnya menghargai jasa pahlawan yang telah berkorban jiwa dan raganya hanya untuk meraih kemerdekaan Indonesia. Dari siswa yang melakukan upacara bendera disetiap hari senin dan hari besar lainnya, itu bisa menanamkan jiwa nasionalisme sejak dini kepada siswa agar betapa pentingnya menghargai pahlawan yang telah gugur di medan perang. Tidak hanya siswa,  pegawai dan pejabat juga harus menunjukan sikap menghargai jasa para pahlawan, berbeda dengan siswa para pegawai selain melakukan upacara di setiap hari yang telah ditentukan, mereka juga harus menjunjung tinggi kejujuran dalam bekerja, jauhkan dari kolusi, korupsi dan nepotisme. Saat ini rasa menghargai jasa para pahlawan juga semakin lama semakin menghilang, semakin maju perkembangan teknologi semakin terkikis nilai-nilai nasionalisme pada generasi penerus bangsa. Seperti sudah berkurangnya minat pemuda sekarang ini dengan produk-produk dalam negeri, kenapa kita tidak bangga akan produk-produk dalam negeri.
              Dari situlah kita diwajibkan untuk membangun rasa nasionalisme khususnya pada generasi penerus bangsa betapa pentingnya menghargai jasa-jasa para pahlawan. Kita sebagai penerus bangsa harus bisa melanjutkan perjuangan para pejuang kita, merdeka itu kita memang sudah dapatkan, tapi kemerdekaan yang mutlak belum kita rasakan. Khususnya bagi pemuda bangsa harusnya lebih semangat dalam belajar dan bekerja. Raih puncak prestasimu dan harumkan bangsa ini, tunjukkan pada dunia bahwa kita (Indonesia) adalah bangsa yang besar, bangsa yang maju, bangsa yang terbebas dari penjajahan. Dengan demikian para pejuang yang telah gugur di medan perang dulu akan merasa bangga dengan dilanjutkannya perjuangan meraka sampai kemerdekaan itu benar-benar kita rasakan.
3.2 SARAN
              Dengan menghilangnya nilai-nilai nasionalisme pada diri penerus bangsa ini, maka semakin lama perjuangan kita untuk meneruskan  perjuangan para pahlawan kita demi mendapatkan kemerdekaan yang sesungguhnya. Dilihat dari sekarang sudah banyak sekali perubahan pada diri bangsa kita khususnya kegiatan-kegiatan yang berbau nasionalisme. Contohnya sekarang ini sudah banyak berkurang kegiatan yang dulu pada masa orde baru sangat merakyat sekali, yaitu ketika merayakan hari besar 17 Agustus yang kita peringati dengan meriah. Akhir-akhir ini kegiatan tersebut sudah lama tidak terlihat karena sesuatu hal. Kegiatan-kegiatan tersebutlah yang bisa menumbuhkan rasa nasionalisme kepada pemuda-pemudi bangsa dan mengenang betapa besarnya pengorbanan para pejuang kita demi tercapainya kemerdekaan yang bisa kita rasakan sampai sekarang ini.
              Adakan kegiatan-kegiatan yang bisa membangkitkan jiwa nasionalisme dan menghargai jasa pahlawan. Seperti diadakannya seminar tentang bagaimana kita menyikapi kemerdekaan dan bagaimana kita melaksanakannya dan melanjutkan perjuangan para pahlawannya. Sehingga perjuangan dan pengorbanan mereka tidak sia-sia demi tercapainya kemerdekaan untuk negara kita Republik Indonesia.











BAB IV
PENUTUP
4.1 Penutup
              Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
              Penulis banyak berharap kepada pembaca yang budiman dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisn makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga pada pembacara yang budiman pada umumnya.
Continue reading Makalah PKN tentang Sikap Menghargari jasa pahlawan